INDONESIA DENGAN MALAYSIA
Pendahuluan
Sistem hukum di dunia terbagi menjadi dua bagian yakni common law system dan civil law system, keduanya mempunyai cirri khas yang berbeda. Dengan adanya perbedaan tersebut maka timbul suatu metode perbandingan hukum perdata.
Metode perbandingan hukum perdata memiliki beberapa tujuam diantaranya adalah untuk menemukan jawaban-jawaban yang tepat atas problem-problem yang konkrit manakala adanya perbedaan system hukum di berbagai belahan dunia yang sebenarnya memiliki tujuan yang paling hakiki adalah untuk meberikan ketertiban dan kedamaian kepada masyarakat di suatu negara.
Sinzheimer mengatakan bahwa hukum tidak bergerak dalam ruang hampa dan berhadapan dengan hal-hal yang abstrak melainkan, ia selalu berada dalam suatu tatanan sosial tertentu dan manusia-manusia yang hidup maka diharapkan disaat melihat negara yang berdasarkan hukum perbedaan system tidaklah menjadi masalah jika dapat memberikan kebahagiian bagi masyarakatnya.
Di Indonesia system hukumnya masih sebagain besar dipengaruhi hukum modern yang dibawa oleh bangsa eropa, seperti yang marak mewarnai hukum di Indonesia, negara hukum Indonesia yang bersifat kekeluargaan ini lebih memiliki kecenderungan mengutamakan bentuk daripada isi, sehingga kurang memperdulikan kandungan moral dan kemanusiaan yang berada didalam sytem hukumnya. ”Dengan karakteristik yang demikian negara hukum pun menjadi identik dengan bangunan perundang-undangan, kualitas hanya ditentukan dengan ketundukanya kepada hukum.”
Selama lebih dari Enam Puluh lima tahun menjadi bangsa dan negara merdeka Indonesia masih banyak carut marutnya dalam penegakan hukumnya, kemungkinan kemungkinan kurang sempurnyan system hukum yang ada di Indonesia selalu ada, maka dari itu diharapakan dengan adanya perbandingan system hukum antara Malaysia dan Indonesia Diharapkan dapat memberikan sumbasih perbaikan penyempurnaan sistem hukum yang saat ini menjadi tolak ukur ketertiban negara Indonesia.
Rumusan Masalah
Apa perbanding hukum dari Struktur Peradilan yang ada di Indonesia dengan Struktur Peradilan yang ada di Malaysia?
Pembahasan
a. Sistem Hukum khususnya dalam Struktur Peradilan yang ada di Indonesia
Negara Indonesia membawa Hukum yang berasal dari Belanda, Hal ini bisa terjadi karena pada zaman dahulu belanda selama kurang lebih tiga ratus tahun lamanya. Hukum perdatanya samapai saat ini Indonesia masih menggunakan KUH Perdata( Bw).
Pengaruh Belanda yang memiliki system hukum Common law, Indonesia membagi antara hukum Publik dan Hukum Privat akan tetapi masih dalam satu atap Peradilan.
Struktur Peradilan di Indonesia :
Terdapat 4 (empat) lingkungan peradilan di Indonesia berdasarkan Pasal 24 ayat (2) UUD 1945, antara lain sebagaimana disebutkan dibawah ini :
Lingkungan Peradilan Umum, meliputi sengketa perdata dan pidana.
Lingkungan Peradilan Agama, meliputi hukum keluarga seperti perkawinan, perceraian, dan lain-lain.
Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, meliputi sengketa antar warga Negara dan pejabat tata usaha Negara.
Lingkungan Peradilan Militer, hanya meliputi kejahatan atau pelanggaran yang dilakukan oleh militer.
Lingkungan Peradilan diatas tersebut memiliki struktur dengan adanya peradilan tingakat banding yang semuanya bermuara kepada Mahkamah Agung (MA). Dibawah Mahkamah Agung terdapat Pengadilan Tinggi untuk Peradilan Umum dan Peradilan Agama di tingkat ibukota Provinsi, berikut penjelsan masing masing :
Pengadilan Agama (PA)
Undang-Undang yang mengatur mengenai Pengadilan Agama yakni UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, yang bertugas dan berwenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf dan shadaqoh, dimana keseluruhan bidang tersebut dilakukan berdasarkan hukum Islam.
Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN)
Undang-Undang yang mengatur mengenai Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yakni UU Nomor 5 Tahun 1986 yang telah diamandemen dengan UU Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Pengadilan ini berwenang menyelesaikan sengketa antar warga Negara dan Pejabat Tata Usaha Negara. Objek yang disengketakan dalam Peradilan Tata Usaha Negara yaitu keputusan tata usaha Negara yang dikeluarkan oleh pejabat tata usaha Negara. Dan dalam Peradilan Tata Usaha Negara ini terdapat 2 (dua) macam upaya hukum, antara lain yakni Upaya Administrasi, yang terdiri dari banding administrasi dan keberatan, serta Gugatan.
Pengadilan Militer (PM)
Undang-Undang yang mengatur mengenai Pengadilan Militer yakni UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Pengadilan ini berwenang mengadili kejahatan atau pelanggaran yang dilakukan oleh militer.
Adapun Pengadilan Khusus yang terdapat di Indonesia, Pengadilan Khusus di Indonesia masing-masing memiliki kewenangannya sendiri sebagaimana dijelaskan berikut dibawah ini, antara lain :
Pengadilan Niaga, dibentuk dan didirikan berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 97 Tahun 1999. Kewenangan Pengadilan Niaga antara lain adalah untuk mengadili perkara Kepailitan, Hak atas Kekayaan Intelektual, serta sengketa perniagaan lainnya yang ditentukan oleh Undang-Undang.
Pengadilan HAM, dibentuk dan didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000. Kewenang Pengadilan HAM adalah untuk mengadili pelanggaran HAM berat, sebagaimana yang pernah terjadi atas kasus pelanggaran hak asasi berat di Timor-Timur dan Tanjung Priok pada Tahun 1984. Pelanggaran hak asasi tersebut tengah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 2001 atas pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang saat ini diubah melalui Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 2001.
Pengadilan Anak, dibentuk dan didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, yangmana merupakan implementasi dari Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi, bahwa setiap anak berhak atas perlindungan, baik terhadap eksploitasi, perlakuan kejam dan perlakuan sewenang-wenang dalam proses peradilan pidana. Dan Yurisdiksi Peradilan Anak dalam hal perkara pidana adalah mereka yang telah berusia 8 tetapi belum mencapai 18 Tahun.
Pengadilan Pajak, dibentuk dan didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002, dan memiliki yurisdiksi menyelesaikan sengketa di bidang pajak. Sengketa pajak sendiri merupakan sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara wajib pajak atau penanggung pajak dan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk didalamnya gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-Undang penagihan pajak dengan surat paksa.
Pengadilan Perikanan, dibentuk dan didirikan berdasarkan Undang-Undang 31 Tahun 2004. Peradilan ini berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus tindak pidana di bidang perikanan, dan berada di lingkungan Peradilan Umum dan memiliki daerah hukum sesuai dengan daerah hukum pengadilan negeri yang bersangkutan.
Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, dibentuk dan didirikan berdasarkan amanat Pasal 53 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pengadilan ini memiliki yurisdiksi untuk menangani perkara korupsi dan berkedudukan di jakarta.
b. Sistem Hukum khususnya dalam Struktur Peradilan yang ada di Malaysia
Malaysia merupakan Negara bekas jajahan Inggris, Sebagai bekas jajahan Inggris, Malaysia tetap mempertahankan tradisi hukum kebiasaan Inggris ( Common Law Sistem ) Malaysia merupakan salah satu dari sekian banyak dari anggota negara-negara persemakmuran Inggris.
Malaysia tidak menghilangkan Hukum Asli yang Notabene sudah ada jauh sebelum Hukum Inggris masuk kedalam tatanan hukum negara Malaysia, Hal ini disebabkan Malaysia ingin mempertahankan hukum yang sesuai dengan nilai-nilai yang ada dimasyarakatnya. Sehingga kesadaran hukum senantiasa lebih mudah ditumbuhkan daripada merombak seluruh budaya hukum dengan budaya yang baru. Tradisi system common law dari inggris ini berdiri ditengah-tengah sistem hukum Islam (yang dilaksanakan oleh pengadilan atau Mahkamah Syari’ah) dan hukum adat berbagai kelompok penduduk asli.
Sistem Peradilan di dalam berhukum Negara Malaysia dibagi dan disesuaikan dengan hukum yang dibuat tanpa menghilangkan system berhukum yang sesuai dengan nilai-nilai yang ada dimasyarakatnya.
Struktur Peradilan di Malaysia :
Sumber hukum Malaysia terdiri dari 3 yaitu : tertulis, hukum kebiasaan, hukum Islam dan hukum adat Hukum kebiasaan terdiri dari hukum kebiasaan Inggris dan peraturan persamaan hak yang telah dikembangkan pengadilan Malaysia, yang di dalamnya terdapat kemungkinan adanya pertentangan dengan hukum tertulis dan juga penyesuaian-penyesuaian kualifikasi dan keadaan lokal yang dianggap pantas .
Peradilan Terbagi :
Pengadilan tinggi
Terdapat 2 pengadilan tinggi, satu di Semenanjung Malaysia, yang dikenal sebagai Pengadilan Tinggi di Malaya, dan yang lain di Malaysia Timur, yang dikenal sebagai Pengadilan Tinggi di Sabah dan Sarawak. Dengan pengecualian segala persoalan dalam yurisdiksi pengadilan Syari’ah, pengadilan ini memiliki yurisdiksi murni tidak terbatas pada wilayahnya. Mereka juga dapat menerima pengajuan banding dari Session Courts dan Magistrates’ Courts.
Pengadilan Tinggi di Malaysia kedudukannya untuk memeriksa perkara tingkat pertama dan juga sebagai tingkat banding bagi Session Courts dan Magistrates’ Courts.
Pengadilan Banding
Beberapa Pengadilan Banding diantaranya Pengadilan Banding Malaysia (Mahkamah Rayuan) dan Pengadilan Federal (Mahkamah Persekutuan). Pengadilan Banding terdiri seorang presiden pengadilan dan 10 hakim.
Kewenangan Pengadilan Banding ialah memeriksa pengajuan banding pengadilan tinggi dan memiliki yurisdiksi lain sebagaimana diatur hukum federal
Di Malaysia, Pengadilan Banding merupakan pengadilan yang menilai putusan pengadilan tinggi
Di Indonesia pengadilan Banding disebut Pengadilan Tinggi. Sedangkan di Malaysia merupakan pengadilan tingkat pertama sekaligus tingkat banding bagi Session Courts dan Magistrates’ Courts
Pengadilan federal
Pengadilan Federal terdiri dari ketua peradilan pengadilan federal, presiden pengadilan banding, kepala hakim pengadilan tinggi, dan 7 hakim lainnya yang ditunjuk raja di bawah nasehat ketua peradilan Pengadilan Federal.
Pengadilan Federal memiliki yurisdiksi dalam menetukan keabsahan sebuah hukum dengan pertimbangan hal ini berkaitan dengan persoalan di luar kewenangan parlemen dan legislasi negara bagian dalam membuat hukum.
Selanjutnya, raja dapat mengajukan pertanyaan mengenai dampak ketentuan undang-undang terhadap Pengadilan Federal.
Pengadilan Federal juga memiliki yurisdiksi untuk menentukan perselisihan antar negara bagin atau dalam federasi dan negara bagian lain.
Ketika pertanyaan mengenai dampak undang-undang berada dalam proses pengadilan di pengadilan yang lain, Pengadilan Federal memiliki yurisdiksi untuk menentukan pertanyaan dan membatalkan perkara pada pengadilan lain sesuai dengan ketentuan Pengadilan Federal.
Session court
Session Courts memiliki yurisdiksi pidana untuk mengadili semua kejahatan yang tidak tersentuh hukuman mati.
Pengadilan ini juga memiliki yurisdiksi dalam perkara perdata berkaitan dengan kecelakaan kendaraan, perkara tuan tanah dengan penyewanya, dan perkara lain dengan jumlah ganti rugi sekitar 250.000 Ringgit, dan juga dapat memeriksa perkara dengan tuntutan yang lebih tinggi atas kesepakatan dengan pihak yang terkait.
Namun, perselisihan perdata yang berhubungan dengan permintaan atas sesuatu misalnya rescesi kontrak, injunksi, keputusan deklaratif, atau pelaksanaan perwalian berada di luar yurisdiksi Sessions Courts.
Maistrates court
Magistrates’ Courts kelas pertama memeriksa perkara pidana dengan hukuman terbatas pada 10 tahun penjara atau hukuman denda.
Pengadilan ini dapat memutuskan hukuman 5 tahun penjara, denda sebesar $10.000, pencambukan sebanyak 12 kali, atau gabungan ketiganya.
Magistrates Courts juga dapat memeriksa pengajuan banding oleh Pengadilan Pengulu. Magistrates’ Courts kelas dua memeriksa perkara perdata dengan tuntutan sebesar 30.000 Ringgit dan perkara pidana dengan hukuman penjara 12 bulan atau hukuman denda.
Pengadilan ini dapat memberi hukuman penjara sampai 6 bulan, denda sebesar 1.000 Ringgit atau gabungan kedua hukuman tersebut.
Pengadilan Pengulu
Pengadilan Pengulu terdapat di Malaysia Barat dan mengerjakan perkara yang melibatkan pihak-pihak Asia yang menggunakan dan memahami bahasa Melayu.
Pengadilan ini juga berurusan dengan perkara perdata dengan tuntutan sebesar 50 Ringgit dan kejahatan ringan dengan hukuman maksimal denda sebesar 25 Ringgit.
Pengadilan Juvenile (Pengadilan anak)
Kejahatan yang dilakukan oleh kelompok juvenile (antara umur 10 sampai 18 tahun) diadili melalui pengadilan juvenile, kecuali jika kejahatan yang dilakukan berat.
Pengadilan ini terdiri dari 2 penasehat (salah satunya, jika memungkinkan perempuan). Magistrate memutuskan sebuah perkara, dan para penasehat hanya memberi nasehat pada hukuman. Hukuman penjara adalah jalan terakhir dibandingkan dengan pengiriman ke sekolah khsusus yang telah ditentukan.
Pengadilan syariah
Pengadilan Syari’ah adalah pengadilan di negara bagian yang agak terpisah dari pengadilan federal, yang tidak memiliki yurisdiksi apapun dalam pengadilan Syari’ah.
Dengan kata lain bahwa pengadilan federal sama sekali tidak memiliki yurisdiksi dalam perkara-perkara syariah yang menjadi kewenangan pengadilan syariah.
Pengadilan ini memiliki yurisdiksi atas kaum muslim berkaitan dengan hukum perseorangan dan keluarga misalnya pertunangan, pernikahan, perceraian, perwalian, adopsi, legitimitasi, suksesi, beserta sedekah dan wakaf.
Yurisdiksi pada hukum pidana terbatas pada apa yang sudah ada pada pengadilan federal dan terbatas hanya pada kaum muslim yabng melanggar hukum Syari’ah dimana pelaku dapat dikenai hukuman maksimal 3 tahun penjara, dan denda sebesar 5.000 Ringgit, hukum cambuk maksimal 6 kali atau gabungan atas dua atau lebih.
Pengadilan pribumi
Di Sabah dan Sarawak, hukum adat digunakan di pengadilan pribumi.
Yurisdiksi yang berlaku berbeda antara pengadilan di Sabah dan pengadilan di Sarawak, namun secara umum meluas pada situasi dimana kedua pihak merupakan golongan pribumi; perkara yang diperiksa diantaranya urusan agama, seksualitas, atau pernikahan dimana salah satu pihak adalah pribumi; dan perkara lain dimana yurisdiksi diatur oleh hukum tertulis.
Pengadilan Pribumi ini maksudnya ialah pengadilan adat yang diterapkan bagi masyarakat di wilayah Sabah dan Serawak.
Pengadilan lainya
Sebagai tambahan terdpat juga pengadilan militer yang berurusan dengan orang-orang yang terlibat dalam kegiatan militer. Pengadilan ini tidak memiliki yurisdiksi persoalan hukum perdata yang berkaitan dengan warga negara atau personel militer, dan tidak memiliki yurisdiksi pidana atas warga negara. Menteri yang bertanggung jawab atas undang-undang hubungan industrial dapat mengajukan perselisihan antara para penyedia lapangan kerja dengan serikat perdagangan pada pengadilan industri, dan direktur jenderal buruh dapat dipanggil untuk mengatasi perselisihan mengenai gaji karyawan.
Banyak undang-undang yang menyediakan arbitrase, selanjutnya undang-undang arbitrase tahun 1952 menyediakan peraturan untuk arbitrase domestik. Terdapat juga Pusat Regional untuk Arbitrase di Kuala Lumpur yang menyediakan fasilitas untuk dilaksanakan arbitrase atas transaksi komersial internasional.
Analisis dan Kesimpulan
Dengan melihat system Hukum Malaysia, Sebenarnya Indonesia tidaklah lebih buruk dari pada Malaysia, Bahkan Indonesia memiliki banyak kelebihan-kelebihan yaitu orang-orang yang berkompeten di bidang hukum, maka dari itu sebab-sebab dimungkinkan hukum di Indonesia masih carut-marut dikarenakan banyak masyarakat yang tidak taat hukum.
Janganlah menutup mata jika system hukum yang diterapkan Negara Malaysia kemungkinan dapat memperbaiki system hukum yang ada di Indonesia. menurud friedman dalam buku Esmi Warassih mengatakan, jika hukum itu ingin lebih baik, dalam penegakannya harus memenuhi 3 komponen yaitu
struktur yaitu melihat bagaimana system hukum memberikan pelayanan terhadap penggarapan bahan-bahan hukum secara teratur.
Substansi yaitu melihat output dari system hukum yang berupa peraturan-peraturan dan keputusan.
Kultur melihat hukum terdiri dari nilai-nilai yang ada dimasyarakat sangat berpengaruh dalam bekerjanya hukum.
Seharusnya negara dalam membuat sistem hukum baik itu struktur pengadilan harus memperhatikan kultur dari masyarakatnya seperti Malaysia, disebabkan masyarakat akan lebih patuh jika hukum yang digunakan sesuai dengan nilai-nilai yang sudah tertanam dan mendarah daging pada diri mereka.
Daftar Bacaan
Soekamto, Soerjono, 1979, Perbandingan Hukum, Alumni, Bandung.
Munir Fuady, 2010, Perbandingan Ilmu Hukum, Refika Aditama, Bandung.
De Cruz, Peter, Perbandingan Sistem Hukum, Common Law, Civil Law dan Socialist Law, ( Bandung : Nusa Media, 2010 )
Esmi Warassih, peranata hukum sebagai telaah sosiologis, ( Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2010 )
Rahardjo, Satjipto, Negara Hukum yang Membahagiakan Rakyatnya, ( Yogyakarta : Genta Press, 2008 )
Rahardjo, Satjipto, Lapisan-Lapisan dalam Studi Hukum, ( Malang : Bayumedia Publishing, 2009 )
Soekanto, Soerjono, Perbandingan Hukum, ( Bandung : Citra Aditya Bakti, 1989 )
Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia.