Senin, 04 November 2013

Makalah Teori Hukum

HERMENEUTIKA HUKUM 
DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR: 572 K/Pid/2003 TANGGAL 12 PEBRUARI 2004

Oleh: Anang Yustisia, S.H.

1.            Pendahuluan
Hukum seringkali ditafsirkan ansich bunyi peraturan perundang-undangan. Karena undang-undang tidak dapat diterapkan begitu saja secara langsung pada peristiwanya. Hal ini sebagaimana diamanatkan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. “Ketentuan undang-undang harus diberikan arti, dijelaskan atau ditafsirkan dan diarahkan atau disesuaikan dengan peristiwanya untuk kemudian baru diterapkan pada peristiwanya”.[1]
Metode penafsiran konvensional dianggap tidak lagi mencukupi dalam memberikan tafsir perundang-undangan. Lahirlah kemudian apa yang disebut dengan hermeneutika hukum. “Hermeneutika hukum bertujuan diantaranya untuk menempatkan perdebatan kontemporer mengenai interpretasi dalam kerangka interpretasi yang lebih luas”.[2]
Berdasarkan uraian di atas, sehingga penulis menggunakan judul dalam makalah ini mengenai hermeneutika hukum dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 572 K/Pid/2003 tanggal 12 Pebruari 2004 tentang tindak pidana korupsi atas nama terdakwa Ir. Akbar Tandjung yang diputus bebas di tingkat Kasasi dengan membandingkan penafsiran putusan terbukti bersalah dari putusan judex facti (pengadilan tingkat pertama dan pengadilan tingkat banding).

2.            Permasalahan
Apa hermeneutika hukum oleh Hakim Mahkamah Agung dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 572 K/Pid/2003 tanggal 12 Pebruari 2004?

3.            Pembahasan
Hakim Mahkamah Agung pada tingkat kasasi menilai benar atau salah hakim judex facti dalam menerapkan hukum yang diputusnya tentunya banyak menggunakan hermeneutika hukum. Dalam hermeneutika hukum ini yang diterapkan oleh Hakim Mahkamah Agung dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 572 K/Pid/2003 tanggal 12 Pebruari 2004 tentang tindak pidana korupsi atas nama terdakwa Ir. Akbar Tandjung, dkk. sehingga putusan kasasi ini menyatakan Ir. Akbar Tandjung dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi sedangkan H. Dadang Sukandar dan Winfried Simatupang dinyatakan terbukti secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi.
Untuk memahami hermeneutika hukum oleh Hakim Mahkamah Agung tersebut, lebih jelasnya memahami kasus posisi perkara tindak pidana korupsi tersebut sebagai berikut: berawal ketika Ir. Akbar Tandjung, H. Dadang Sukandar dan Winfried Simatupang didakwa telah memperkaya diri, yang secara langsung atau tidak langsung telah merugikan keuangan Negara, dalam hal ini keuangan BULOG sebesar Rp. 40.000.000.000,- (empat puluh milyar rupiah) atau setidak-tidaknya dalam jumlah lain sekitar jumlah tersebut.[3]
Pada hari Rabu tanggal 4 September 2002, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melalui Putusan Nomor 449/Pid.B/2002/PN.Jak.Pus. menjatuhkan pidana terhadap Ir. Akbar Tandjung dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun, H. Dadang Sukandar dan Winfried Simatupang dengan pidana penjara masing-masing selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan; dan denda masing-masing sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) subsider 3 (tiga) bulan kurungan.[4]
Dalam peradilan tingkat banding, pada hari Jumat tanggal 17 Januari 2003, Pengadilan Tinggi Jakarta melalui putusan Nomor 171/Pid/2002/PT.DKI menjatuhkan pidana kepada terdakwa-terdakwa tersebut di atas masing-masing dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun, dan denda masing-masing sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) subsider 3 (tiga) bulan kurungan.[5]
Pada peradilan tingkat kasasi, pada hari Kamis tanggal 12 Pebruari 2004, Mahkamah Agung melalui putusan Nomor 572 K/Pid/2003 memutuskan: [6]
1.   Menyatakan terdakwa I Ir. Akbar Tandjung tersebut tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagimana didakwakan kepadanya dalam dakwaan Primair dan Subsidair;
2.       Membebaskan oleh karena itu Terdakwa tersebut dari dakwaan Primair dan Subsidair;
3.       Memulihkan hak terdakwa tersebut dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya.
Melalui putusan ini pula, Mahkamah Agung tetap mempidana H. Dadang Sukandar dan Winfried Simatupang dengan pidana penjara masing-masing selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan dan denda masing-masing sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah), dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan.[7]
Dalam pertimbangan majelis hakim Mahkamah Agung pada tingkat kasasi ini lebih mengedepankan pertimbangan Hukum Administrasi Negara. Latar belakang akademik ketua majelis hakim kasasi, Paulus Effendie Lotulung, sebagai guru besar Hukum Administrasi Negara.
 M. Syamsudin berpendapat bahwa dalam menafsirkan makna korupsi, para hakim selalu menetapkan batasan, unsur, dan vonisnya dalam perkara yang bersangkutan kepada rambu-rambu peraturan perundang-undangan yang terkait korupsi. Kondisi ini sangat lumrah dipahami, sebab dalam memeriksa perkara korupsi hakim tidak dapat berdiri sendiri. Hakim terikat pada surat dakwaan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum yang selalu mendakwa terdakwa dengan Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU 31/1999 jo. UU 20/2001) dengan berbagai variasinya.[8]
Tugas utama majelis hakim kasasi tersebut memeriksa dan mengadili apakah putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Pengadilan Tinggi Jakarta telah salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku. Tetapi majelis hakim kasasi tersebut menggunakan hermeneutika lain yaitu dengan melihat perspektif hukum lain yaitu hukum administrasi Negara. 
Hakim harus mampu membaca dan memahami keseluruhan teks, dalam hal ini putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Pengadilan Tinggi Jakarta, dengan baik. Untuk memahami keseluruhan teks tesebut, maka terlebih dahulu tiap kalimat harus diinterpretasikan dengan baik.[9] Kalimat per kalimat tersebut dilakukan suatu hermeneutika hukum yang kemudian diberi makna menjadi satu kesatuan makna yang baik.
Dalam konteks putusan kasus Akbar Tandjung, majelis hakim kasasi menginterpretasikan kalimat per kalimat pasal yang didakwakan kepada terdakwa. Oleh karena itu, majelis hakim kasasi memberikan interpretasi apa hakekat korupsi dengan menguraikan unsur-unsurnya yang terdiri dari:
a.         unsur “barangsiapa”;
b.        unsur “dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan;
c.  unsur “menyalahgunakan wewenang, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan”;
d.  unsur “yang secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara”.
Namun seperti dipaparkan di atas, majelis hakim kasasi dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 572 K/Pid/2003 tanggal 12 Pebruari 2004 lebih mengedepankan aspek hukum administrasi Negara dalam mengadili perkara Akbar Tandjung. Majelis hakim kasasi tidak memperhatikan perkara yang ditanganinya adalah perkara tindak pidana korupsi yang notabene ada pada wilayah (space) hukum pidana. Norma dan teori yang dipergunakan untuk memeriksa dan memutus perkara inipun, seharusnya ada pada wilayah bukum pidana, bukan hukum administrasi Negara. Namun majelis hakim kasasi tidak melakukannya. Sehingga putusan perkara Akbar Tandjung diputus bebas murni.
  Bebasnya Akbar Tandjung dari segala dakwaan menurut Suhardi Samomoeljono dan Mahendrata memprediksi bahwa majelis hakim kasasi akan menyatakan Akbar Tandjung terbukti melawan hukum dan bersalah. Tetapi Akbar tidak dapat dihukum atau dilepaskan dari tuntutan hukum (onslag) karena pada waktu itu dia hanya menjalankan perintah Presiden BJ. Habibie.[10]
   Marbun berpendapat bahwa dari sisi hukum administrasi Negara kasus Akbar Tandjung itu tidak terlepas dari prinsip mandat. Jika persoalan dana Buloggate II tersebut dipahami seperti itu, maka mestinya sejak persidangan tingkat pertama Akbar sudah bebas.[11]

4.            Kesimpulan
Dalam melihat Putusan Mahkamah Agung Nomor 572 K/Pid/2003 tanggal 12 Pebruari 2004 tentang tindak pidana korupsi atas nama terdakwa Ir. Akbar Tandjung, dkk., bahwa hakim mempergunakan hermeneutika dengan perspektif hukum administrasi Negara dalam memutus perkara, dan kurang memperhatikan aspek hukum lain yaitu perspektif hukum pidana.
Dalam rangka hermeneutika hukum dalam perkara tindak pidana korupsi, Hakim Mahkamah Agung di tingkat Kasasi harus mampu membaca dan memahami keseluruhan teks, dalam hal ini putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi dengan baik. Untuk memahami keseluruhan teks tesebut, maka terlebih dahulu tiap kalimat harus diinterpretasikan dengan baik dan hendaknya lebih memperhatikan unsur-unsur tindak pidana korupsi dengan memperhatikan undang-undang maupun peraturan-peraturan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi sehingga ada tidaknya perbuatan melawan hukum dapat diketahui dengan cermat demi terpenuhinya keadilan, kepastian, dan kemanfaatan.


DAFTAR BACAAN

Mertokusumo, Sudikno, 1993, Bab-Bab tentang Penemuan Hukum, Citra Aditya Bakti.

Salman S., H.R. Otje & Anton F. Susanto, 2004, Teori Hukum, Refika Aditama, Bandung.

SF Marbun, 2004, Akuntabilitas Putusan Akbar Tanjung oleh Mahkamah Agung Keterbukaan Keterukuran Sanksi, UII Press, Yogyakarta.

Gregory Leyh, 2011, Hermeneutika Hukum Sejarah, Teori dan Pratik, diterjemahkan oleh M. Khozim, Nusa Media, Bandung.

Shidarta, 2013, Hukum Penalaran dan Penalaran Hukum Buku 1 Akar Filofis, Genta Publishing, Bandung.

M Syamsudin, 2010, Pemaknaan Hakim tentang Korupsi dan Implikasinya pada Putusan: Kajian Perspektif Hermeneutika Hukum, Mimbar Hukum, Volume 22 Nomor 3, Oktober 2010.

putusan.mahkamahagung.go.id, 2003, Putusan Mahkamah Agung No. 572 K/Pid/2003 tanggal 12 Pebruari 2004.

Praktisi Hukum Soal Kasasi Akbar, Bebas atau Dihukum, Tak Bikin Negara Kiamat, http://www.pelita.or.id/cetakartikel.php?id=23114.





[1] Sudikno Mertokusmo, Bab-Bab tentang Penemuan Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, 1993, h.12.
[2] Gregory Leyh, Hermeneutika Hukum Sejarah, Teori dan Pratik, diterjemahkan oleh M. Khozim, Nusa Media, Bandung, 2011, h.1.
[3] SF Marbun, Akuntabilitas Putusan Akbar Tanjung oleh Mahkamah Agung Keterbukaan Keterukuran Sanksi, UII Press, Yogyakarta, 2004, h.14-15.
[4] Ibid. h.530.
[5] Ibid. h.357.
[6] Ibid. h.529.
[7] Ibid. h.530.
[8] M Syamsudin, Pemaknaan Hakim tentang Korupsi dan Implikasinya pada Putusan: Kajian Perspektif Hermeneutika Hukum, Mimbar Hukum, Volume 22 Nomor 3, Oktober 2010, hal.502.
[9] M Syamsudin, Pemaknaan Hakim tentang Korupsi dan Implikasinya pada Putusan: Kajian Perspektif Hermeneutika Hukum, Mimbar Hukum, Volume 22 Nomor 3, Oktober 2010, hal.502.
[10] Praktisi Hukum Soal Kasasi Akbar, Bebas atau Dihukum, Tak Bikin Negara Kiamat, http://www.pelita.or.id/cetakartikel.php?id=23114.
[11] Ibid.

Selasa, 22 Oktober 2013

Makalah Perbandingan Hukum

                                     PERBANDINGAN HUKUM STRUKTUR PERADILAN
                                                     INDONESIA DENGAN MALAYSIA



Pendahuluan

        Sistem hukum di dunia terbagi menjadi dua bagian yakni common law system dan civil law system, keduanya mempunyai cirri khas yang berbeda.  Dengan adanya perbedaan tersebut  maka timbul suatu metode perbandingan hukum perdata.
         Metode perbandingan hukum perdata memiliki beberapa tujuam diantaranya adalah untuk menemukan jawaban-jawaban yang tepat atas problem-problem yang konkrit manakala adanya perbedaan system hukum di berbagai belahan dunia yang sebenarnya memiliki tujuan  yang paling hakiki adalah untuk meberikan ketertiban dan kedamaian kepada masyarakat di suatu negara.
         Sinzheimer mengatakan bahwa hukum tidak bergerak dalam ruang hampa dan berhadapan dengan hal-hal yang abstrak  melainkan, ia selalu berada dalam suatu tatanan sosial tertentu dan manusia-manusia yang hidup maka diharapkan disaat melihat negara yang berdasarkan hukum perbedaan system tidaklah menjadi masalah jika dapat memberikan kebahagiian bagi masyarakatnya.
        Di Indonesia system hukumnya masih sebagain besar dipengaruhi hukum modern yang dibawa oleh bangsa eropa, seperti yang marak mewarnai hukum di Indonesia, negara hukum Indonesia yang bersifat kekeluargaan ini lebih memiliki kecenderungan mengutamakan bentuk daripada isi, sehingga kurang memperdulikan kandungan moral dan kemanusiaan yang berada didalam sytem hukumnya. ”Dengan karakteristik yang demikian negara hukum pun menjadi identik dengan bangunan perundang-undangan, kualitas hanya ditentukan dengan ketundukanya kepada hukum.”
         Selama lebih dari Enam Puluh lima tahun menjadi bangsa dan negara merdeka Indonesia masih banyak carut marutnya dalam penegakan hukumnya, kemungkinan kemungkinan kurang sempurnyan system hukum yang ada di Indonesia selalu ada, maka dari itu diharapakan dengan adanya perbandingan system hukum antara Malaysia dan Indonesia Diharapkan dapat memberikan sumbasih perbaikan penyempurnaan sistem hukum yang saat ini menjadi tolak ukur ketertiban negara Indonesia.


Rumusan Masalah

        Apa perbanding hukum dari Struktur Peradilan yang ada di Indonesia dengan Struktur Peradilan yang ada di Malaysia?


Pembahasan

a.     Sistem Hukum khususnya dalam Struktur Peradilan yang ada di Indonesia
        Negara Indonesia membawa Hukum yang berasal dari Belanda, Hal ini bisa terjadi karena pada zaman dahulu belanda selama kurang lebih tiga ratus tahun lamanya. Hukum perdatanya samapai saat ini Indonesia masih menggunakan KUH Perdata( Bw).
        Pengaruh Belanda yang memiliki system hukum Common law, Indonesia membagi antara hukum Publik dan Hukum Privat akan tetapi masih dalam satu atap Peradilan.

Struktur Peradilan di Indonesia :
         Terdapat 4 (empat) lingkungan peradilan di Indonesia berdasarkan Pasal 24 ayat (2) UUD 1945, antara lain sebagaimana disebutkan dibawah ini :
Lingkungan Peradilan Umum, meliputi sengketa perdata dan pidana.
Lingkungan Peradilan Agama, meliputi hukum keluarga seperti perkawinan, perceraian, dan lain-lain.
Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, meliputi sengketa antar warga Negara dan pejabat tata usaha Negara.
Lingkungan Peradilan Militer, hanya meliputi kejahatan atau pelanggaran yang dilakukan oleh militer.
        Lingkungan Peradilan diatas tersebut memiliki struktur dengan adanya peradilan tingakat banding yang semuanya bermuara kepada Mahkamah Agung (MA). Dibawah Mahkamah Agung terdapat Pengadilan Tinggi untuk Peradilan Umum dan Peradilan Agama di tingkat ibukota Provinsi, berikut penjelsan masing masing :
Pengadilan Agama (PA)
        Undang-Undang yang mengatur mengenai Pengadilan Agama yakni UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, yang bertugas dan berwenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf dan shadaqoh, dimana keseluruhan bidang tersebut dilakukan berdasarkan hukum Islam.
Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN)
        Undang-Undang yang mengatur mengenai Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yakni UU Nomor 5 Tahun 1986 yang telah diamandemen dengan UU Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Pengadilan ini berwenang menyelesaikan sengketa antar warga Negara dan Pejabat Tata Usaha Negara. Objek yang disengketakan dalam Peradilan Tata Usaha Negara yaitu keputusan tata usaha Negara yang dikeluarkan oleh pejabat tata usaha Negara. Dan dalam Peradilan Tata Usaha Negara ini terdapat 2 (dua) macam upaya hukum, antara lain yakni Upaya Administrasi, yang terdiri dari banding administrasi dan keberatan, serta Gugatan.
Pengadilan Militer (PM)
        Undang-Undang yang mengatur mengenai Pengadilan Militer yakni UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Pengadilan ini berwenang mengadili kejahatan atau pelanggaran yang dilakukan oleh militer.
Adapun Pengadilan Khusus yang terdapat di Indonesia, Pengadilan Khusus di Indonesia masing-masing memiliki kewenangannya sendiri sebagaimana dijelaskan berikut dibawah ini, antara lain :
Pengadilan Niaga, dibentuk dan didirikan berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 97 Tahun 1999. Kewenangan Pengadilan Niaga antara lain adalah untuk mengadili perkara Kepailitan, Hak atas Kekayaan Intelektual, serta sengketa perniagaan lainnya yang ditentukan oleh Undang-Undang.
Pengadilan HAM, dibentuk dan didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000. Kewenang Pengadilan HAM adalah untuk mengadili pelanggaran HAM berat, sebagaimana yang pernah terjadi atas kasus pelanggaran hak asasi berat di Timor-Timur dan Tanjung Priok pada Tahun 1984. Pelanggaran hak asasi tersebut tengah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 2001 atas pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang saat ini diubah melalui Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 2001.
       Pengadilan Anak, dibentuk dan didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, yangmana merupakan implementasi dari Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi, bahwa setiap anak berhak atas perlindungan, baik terhadap eksploitasi, perlakuan kejam dan perlakuan sewenang-wenang dalam proses peradilan pidana. Dan Yurisdiksi Peradilan Anak dalam hal perkara pidana adalah mereka yang telah berusia 8 tetapi belum mencapai 18 Tahun.
           Pengadilan Pajak, dibentuk dan didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002, dan memiliki yurisdiksi menyelesaikan sengketa di bidang pajak. Sengketa pajak sendiri merupakan sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara wajib pajak atau penanggung pajak dan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk didalamnya gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-Undang penagihan pajak dengan surat paksa.
Pengadilan Perikanan, dibentuk dan didirikan berdasarkan Undang-Undang 31 Tahun 2004. Peradilan ini berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus tindak pidana di bidang perikanan, dan berada di lingkungan Peradilan Umum dan memiliki daerah hukum sesuai dengan daerah hukum pengadilan negeri yang bersangkutan.
          Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, dibentuk dan didirikan berdasarkan amanat Pasal 53 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pengadilan ini memiliki yurisdiksi untuk menangani perkara korupsi dan berkedudukan di jakarta.

b.     Sistem Hukum khususnya dalam Struktur Peradilan yang ada di Malaysia
          Malaysia merupakan Negara bekas jajahan Inggris, Sebagai bekas jajahan Inggris, Malaysia tetap mempertahankan tradisi hukum kebiasaan Inggris ( Common Law Sistem ) Malaysia merupakan salah satu dari sekian banyak dari anggota negara-negara persemakmuran Inggris.
Malaysia tidak menghilangkan Hukum Asli yang Notabene sudah ada jauh sebelum Hukum Inggris masuk kedalam tatanan hukum negara Malaysia, Hal ini disebabkan Malaysia ingin mempertahankan hukum yang sesuai dengan nilai-nilai yang ada dimasyarakatnya. Sehingga kesadaran hukum senantiasa lebih mudah ditumbuhkan daripada merombak seluruh budaya hukum dengan budaya yang baru. Tradisi system common law dari inggris ini berdiri ditengah-tengah sistem hukum Islam (yang dilaksanakan oleh pengadilan atau Mahkamah  Syari’ah) dan hukum adat berbagai kelompok penduduk asli.
Sistem Peradilan di dalam berhukum Negara Malaysia dibagi dan disesuaikan dengan hukum yang dibuat tanpa menghilangkan system berhukum yang sesuai dengan nilai-nilai yang ada dimasyarakatnya.

Struktur Peradilan di Malaysia :
        Sumber hukum Malaysia terdiri dari 3 yaitu : tertulis, hukum kebiasaan, hukum Islam dan hukum adat Hukum kebiasaan terdiri dari hukum kebiasaan Inggris dan peraturan persamaan hak yang telah dikembangkan pengadilan Malaysia, yang di dalamnya terdapat kemungkinan adanya pertentangan dengan hukum tertulis dan juga penyesuaian-penyesuaian kualifikasi dan keadaan lokal yang dianggap pantas .

Peradilan Terbagi :

Pengadilan tinggi
           Terdapat 2 pengadilan tinggi, satu di Semenanjung Malaysia, yang dikenal sebagai Pengadilan Tinggi di Malaya, dan yang lain di Malaysia Timur, yang dikenal sebagai Pengadilan Tinggi di Sabah dan Sarawak. Dengan pengecualian segala persoalan dalam yurisdiksi pengadilan Syari’ah, pengadilan ini memiliki yurisdiksi murni tidak terbatas pada wilayahnya. Mereka juga dapat menerima pengajuan banding dari Session Courts dan Magistrates’ Courts.
Pengadilan Tinggi di Malaysia kedudukannya untuk memeriksa perkara tingkat pertama dan juga sebagai tingkat banding bagi Session Courts dan Magistrates’ Courts.

Pengadilan Banding
          Beberapa Pengadilan Banding diantaranya Pengadilan Banding Malaysia (Mahkamah Rayuan) dan Pengadilan Federal (Mahkamah Persekutuan). Pengadilan Banding terdiri seorang presiden pengadilan dan 10 hakim.
          Kewenangan Pengadilan Banding ialah memeriksa pengajuan banding pengadilan tinggi dan memiliki yurisdiksi lain sebagaimana diatur hukum federal
Di Malaysia, Pengadilan Banding merupakan pengadilan yang menilai putusan pengadilan tinggi
Di Indonesia pengadilan Banding disebut Pengadilan Tinggi. Sedangkan di Malaysia merupakan pengadilan tingkat pertama sekaligus tingkat banding bagi Session Courts dan Magistrates’ Courts

Pengadilan federal
           Pengadilan Federal terdiri dari ketua peradilan pengadilan federal, presiden pengadilan banding, kepala hakim pengadilan tinggi, dan 7 hakim lainnya yang ditunjuk raja di bawah nasehat ketua peradilan Pengadilan Federal.
       Pengadilan Federal memiliki yurisdiksi dalam menetukan keabsahan sebuah hukum dengan pertimbangan hal ini berkaitan dengan persoalan di luar kewenangan parlemen dan legislasi negara bagian dalam membuat hukum.
Selanjutnya, raja dapat mengajukan pertanyaan mengenai dampak ketentuan undang-undang terhadap Pengadilan Federal.
          Pengadilan Federal juga memiliki yurisdiksi untuk menentukan perselisihan antar negara bagin atau dalam federasi dan negara bagian lain.
Ketika pertanyaan mengenai dampak undang-undang berada dalam proses pengadilan di pengadilan yang lain, Pengadilan Federal memiliki yurisdiksi untuk menentukan pertanyaan dan membatalkan perkara pada pengadilan lain sesuai dengan ketentuan Pengadilan Federal.

Session court
      Session Courts memiliki yurisdiksi pidana untuk mengadili semua kejahatan yang tidak tersentuh hukuman mati.
         Pengadilan ini juga memiliki yurisdiksi dalam perkara perdata berkaitan dengan kecelakaan kendaraan, perkara tuan tanah dengan penyewanya, dan perkara lain dengan jumlah ganti rugi sekitar 250.000 Ringgit, dan juga dapat memeriksa perkara dengan tuntutan yang lebih tinggi atas kesepakatan dengan pihak yang terkait.
       Namun, perselisihan perdata yang berhubungan dengan permintaan atas sesuatu misalnya rescesi kontrak, injunksi, keputusan deklaratif, atau pelaksanaan perwalian berada di luar yurisdiksi Sessions Courts.

Maistrates court
          Magistrates’ Courts kelas pertama memeriksa perkara pidana dengan hukuman terbatas pada 10 tahun penjara atau hukuman denda.
            Pengadilan ini dapat memutuskan hukuman 5 tahun penjara, denda sebesar $10.000, pencambukan sebanyak 12 kali, atau gabungan ketiganya.
            Magistrates Courts juga dapat memeriksa pengajuan banding oleh Pengadilan Pengulu. Magistrates’ Courts kelas dua memeriksa perkara perdata dengan tuntutan sebesar 30.000 Ringgit dan perkara pidana dengan hukuman penjara 12 bulan atau hukuman denda.
         Pengadilan ini dapat memberi hukuman penjara sampai 6 bulan, denda sebesar 1.000 Ringgit atau gabungan kedua hukuman tersebut.

Pengadilan Pengulu
           Pengadilan Pengulu terdapat di Malaysia Barat dan mengerjakan perkara yang melibatkan pihak-pihak Asia yang menggunakan dan memahami bahasa Melayu.
        Pengadilan ini juga berurusan dengan perkara perdata dengan tuntutan sebesar 50 Ringgit dan kejahatan ringan dengan hukuman maksimal denda sebesar 25 Ringgit.

Pengadilan Juvenile (Pengadilan anak) 
           Kejahatan yang dilakukan oleh kelompok juvenile (antara umur 10 sampai 18 tahun) diadili melalui pengadilan juvenile, kecuali jika kejahatan yang dilakukan berat.
         Pengadilan ini terdiri dari 2 penasehat (salah satunya, jika memungkinkan perempuan). Magistrate memutuskan sebuah perkara, dan para penasehat hanya memberi nasehat pada hukuman. Hukuman penjara adalah jalan terakhir dibandingkan dengan pengiriman ke sekolah khsusus yang telah ditentukan.

Pengadilan syariah
         Pengadilan Syari’ah adalah pengadilan di negara bagian yang agak terpisah dari pengadilan federal, yang tidak memiliki yurisdiksi apapun dalam pengadilan Syari’ah.
         Dengan kata lain bahwa pengadilan federal sama sekali tidak memiliki yurisdiksi dalam perkara-perkara syariah yang menjadi kewenangan pengadilan syariah.
Pengadilan ini memiliki yurisdiksi atas kaum muslim berkaitan dengan hukum perseorangan dan keluarga misalnya pertunangan, pernikahan, perceraian, perwalian, adopsi, legitimitasi, suksesi, beserta sedekah dan wakaf.
           Yurisdiksi pada hukum pidana terbatas pada apa yang sudah ada pada pengadilan federal dan terbatas hanya pada kaum muslim yabng melanggar hukum Syari’ah dimana pelaku dapat dikenai hukuman maksimal 3 tahun penjara, dan denda sebesar 5.000 Ringgit, hukum cambuk maksimal 6 kali atau gabungan atas dua atau lebih.

Pengadilan pribumi
              Di Sabah dan Sarawak, hukum adat digunakan di pengadilan pribumi.
          Yurisdiksi yang berlaku berbeda antara pengadilan di Sabah dan pengadilan di Sarawak, namun secara umum meluas pada situasi dimana kedua pihak merupakan golongan pribumi; perkara yang diperiksa diantaranya urusan agama, seksualitas, atau pernikahan dimana salah satu pihak adalah pribumi; dan perkara lain dimana yurisdiksi diatur oleh hukum tertulis.
             Pengadilan Pribumi ini maksudnya ialah pengadilan adat yang diterapkan bagi masyarakat di wilayah Sabah dan Serawak.

Pengadilan lainya
         Sebagai tambahan terdpat juga pengadilan militer yang berurusan dengan orang-orang yang terlibat dalam kegiatan militer. Pengadilan ini tidak memiliki yurisdiksi persoalan hukum perdata yang berkaitan dengan warga negara atau personel militer, dan tidak memiliki yurisdiksi pidana atas warga negara. Menteri yang bertanggung jawab atas undang-undang hubungan industrial dapat mengajukan perselisihan antara para penyedia lapangan kerja dengan serikat perdagangan pada pengadilan industri, dan direktur jenderal buruh dapat dipanggil untuk mengatasi perselisihan mengenai gaji karyawan.
           Banyak undang-undang yang menyediakan arbitrase, selanjutnya undang-undang arbitrase tahun 1952 menyediakan peraturan untuk arbitrase domestik. Terdapat juga Pusat Regional untuk Arbitrase di Kuala Lumpur yang menyediakan fasilitas untuk dilaksanakan arbitrase atas transaksi komersial internasional.


Analisis dan Kesimpulan

            Dengan melihat system Hukum Malaysia, Sebenarnya Indonesia tidaklah lebih buruk dari pada Malaysia, Bahkan Indonesia memiliki banyak kelebihan-kelebihan yaitu orang-orang yang berkompeten di bidang hukum, maka dari itu sebab-sebab dimungkinkan hukum di Indonesia masih carut-marut dikarenakan banyak masyarakat yang tidak taat hukum.
            Janganlah menutup mata jika system hukum yang diterapkan Negara Malaysia kemungkinan dapat memperbaiki system hukum yang ada di Indonesia. menurud friedman dalam buku Esmi Warassih mengatakan, jika hukum itu ingin lebih baik, dalam penegakannya harus memenuhi 3 komponen yaitu
struktur yaitu melihat bagaimana system hukum memberikan pelayanan terhadap penggarapan bahan-bahan hukum secara teratur.
Substansi yaitu melihat output dari system hukum yang berupa peraturan-peraturan dan keputusan.
Kultur melihat hukum terdiri dari nilai-nilai  yang ada dimasyarakat sangat berpengaruh dalam bekerjanya hukum.
            Seharusnya negara dalam membuat sistem hukum baik itu struktur pengadilan harus memperhatikan kultur dari masyarakatnya seperti Malaysia, disebabkan masyarakat akan lebih patuh jika hukum yang digunakan sesuai dengan nilai-nilai yang sudah tertanam dan mendarah daging pada diri mereka.


Daftar Bacaan

Soekamto, Soerjono, 1979, Perbandingan Hukum, Alumni, Bandung.
Munir Fuady, 2010, Perbandingan Ilmu Hukum, Refika Aditama, Bandung.
De Cruz, Peter, Perbandingan Sistem Hukum, Common Law, Civil Law dan Socialist Law, ( Bandung : Nusa Media,  2010 )
Esmi Warassih, peranata hukum sebagai telaah sosiologis, ( Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2010 )
Rahardjo, Satjipto, Negara Hukum yang Membahagiakan Rakyatnya, ( Yogyakarta : Genta Press, 2008 )
Rahardjo, Satjipto,  Lapisan-Lapisan dalam Studi Hukum, ( Malang : Bayumedia Publishing, 2009 )
Soekanto, Soerjono, Perbandingan Hukum, ( Bandung : Citra Aditya Bakti, 1989 )
Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia.

Kamis, 24 Januari 2013

Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, 12 Rabi'ul Awwal 1434 Hijriyah



"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya". (QS. Al-Ahzab: 56)


Sholawat Nariyah


اللهم صل صلاة كاملة، وسلم سلاما تاما على سيدنا محمد الذى تنحل به العقد، وتنفرج به الكرب، وتقضى به الحوائج، وتنال به الرغائب، وحسن الخواتم وسيتشقى الغمام بوجهه الكريم، وعلى أله وصحبه فى كل لمحة ونفس بعدد كل معلوم لك 

Allahumma sholli ‘sholaatan kaamilatan wa sallim salaaman taaamman ‘ala sayyidina Muhammadinilladzi tanhallu bihil ‘uqodu wa tanfariju bihil qurobu wa tuqdho bihil hawaaiju wa tunalu bihir roghooibu wa husnul khowaatimu wa yustasqol ghomamu biwajhihil kariem wa ‘ala aalihi wa shohbihi fie kulli lamhatin wa nafasim bi’adadi kulli ma’lumin laka.

"Ya Allah berilah sholawat dengan sholawat yang sempurna dan berilah salam dengan salam yang sempurna atas penghulu kami Muhammad yang dengannya terlepas segala ikatan, lenyap segala kesedihan, terpenuhi segala kebutuhan, tercapai segala kesenangan, semua diakhiri dengan kebaikan, hujan diturunkan, berkat dirinya yang pemurah, juga atas keluarga dan sahabat-sahabatnya dalam setiap kedipan mata dan hembusan nafas sebanyak hitungan segala yang ada dalam pengetahuanMU".


Sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW

Saat rasul lahir, seorang Raja bernama Abrahah ingin menghancurkan kabah pada tahun gajah karena tempat ibadahnya di Yaman sana “kalah laku”. Pada saat ini pula rasul lahir yang berarti menurut sejarah Rasul lahir pada Tahun gajah. 
Di antara dalil yang memperkuat kelahiran Nabi saw jatuh di Tahun Gajah ialah hadits yang diriwayatkan Ibnu Ishaq yang berkata, “Muthallib bin Abdullah bin Qais bin Makhramah bercerita kepadaku, dari ayahnya, dari kakeknya Qais bin Makhramah yang berkata, ‘Aku dan Rasulullah n dilahirkan di Tahun Gajah. Kami berusia sebaya’.” Dzahabi dalam Tarikhul Islam, hal. 23, ia mengatakan, “Sanadnya baik.”

Dalil lain pada riwayat Ibnu Saad yang dinyatakan shahih,juga dalam Buku sakti Ibnul Qayyim Zadul Ma’ad dinyatakan bahwa tidak ada perselisihan ulama bahwa Rasulullah lahir di Tahun Gajah.Jadi tentunya para ulama sepakat bahwa Nabi dengan jelas lahir pada Tahun Gajah, dan Tahun gajah dapat diketahui pada tahun berapa sebenarnya Tahun Gajah dalam Masehi

Para Ulama juga menyepakati bahwa Rasul lahir pada bulan Rabiul awal, dan hal ini didukung oleh banyak dalil. Dan bagaimana dengan hari rasul lahir. Ternyata ada hadits yang menyebutkan dengan jelas bahwa beliau lahir pada hari senin. hadits riwayat Abu Qatadah bahwa Rasulullah saw ditanya tentang puasa hari Senin. Beliau menjawab, “Itu adalah hari aku dilahirkan dan hari aku diutus atau diturunkan wahyu (pertama) kepadaku. ”Dengan data seperti ini, dapat diketahui dan dihitung bahwa rasul lahir pada tahun berapa dan tanggalnya juga dengan berbagai metode membadingkan berbagai macam sumber.Sehingga para ulamapun dari dahulu sudah memberikan pendapat tentang tanggal lahirnya rasul. Coba kita lihat pendapat para ulama:

Ibnu Katsir menuturkan, “Ada yang mengatakan pada malam kedua bulan Rabi’ul Awwal.
Ini dinyatakan Ibnu Abdil Bar dalam Al-Isti’ab dan diriwayatkan Waqidi dari Abu Ma’syar Najih bin Abdurrahman Al-Madani.

Ada juga yang mengatakan bahwa beliau lahir pada hari ke delapan bulan Rabi’ul Awwal. Pendapat ini diceritakan oleh Humaidi dari Ibnu Hazm dan diriwayatkan Malik, ‘Uqaili, Yunus bin Yazid dan lainnya dari Zuhri, dari Muhammad bin Jubair bin Muth’im. Abu Khaththab bin Dihyah dalam kitabnya At-Tanwir fi Maulidil Basyirin Nadzir menguatkan pendapat kedua ini.

Ada lagi yang mengatakan beliau lahir pada sepuluh Rabi’ul Awwal. Pendapat ini diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asakir dari Abu Ja’far Al-Baqir dan Mujalid dari Sya’bi.
Ada juga yang menyatakan bahawa beliau lahir tanggal 12 rabiul awal, ini ditegaskan Ibnu Ishaq dan diriwayatkan Abu Syaibah dalam Mushannafnya dari ‘Affan, dari Sa’id bin Mina, dari Jabir dan Ibnu Abbas.Namun haditss ini dhaif karena ada sanadnya yang terputus (oleh Ibnu Katsir dan juga dalam Sirah Ibnu Hisyam)

pendapat yang benar dari Ibnu Hazm adalah pendapat yang menyatakan Rasul lahir tanggal delapan Rabi’ul Awwal, sebagaimana diceritakan oleh Humaidi. Dan inilah yang paling kuat.”Ibnu Katsir menyebutkan bahwa banyak pendapat yang tidak didukung oleh dalil shahih.( Al Bidayah Wa-Al Nihayah, Ibnu Katsir, Azzam)

Ditengah beragam pendapat ini , ada baiknya kita melihat para pakar astronomi menilai pada hari senin ditahun gajah itu pada tanggal berapa? Banyak dari pakar yang menetapkan kelahiran beliau pada tanggal 9 atau malam ke-9 Rabi’ul Awwal. Di antaranya Ustadz Mahmud Basya (w. 1302 H) sebagaimana tertulis dalam catatan pinggir kitab Al-Kamil fit Tarikh, I : 270, karya Ibnu Atsir.

Abdullah bin Ibrahim bin Muhammad Sulaim dalam bukunya Taqwimul Azman fi Tahqiqi Maulidin Nabi, menyatakan sebagai berikut, “Diriwayatkan dalam kitab-kitab tarikh dan sirah bahwa Nabi saw. dilahirkan pada hari senin tanggal 10 Rabi’ul Awwal. Pendapat lain, tanggal 8 dan 12 Rabi’ul Awwal. Telah terbukti dari periwayatan yang shahih tanpa menyisakan keraguan bahwa beliau lahir pada 20 April 571 M (yang disebut juga sebagai Tahun Gajah). juga 
telah terbukti melalui jalan periwayatan yang shahih bahwa hari wafat beliau jatuh pada tanggal 13 Rabi’ul Awwal tahun 11 Hijriah yang bertepatan dengan 8 Juni 632 M.

Selama tanggal-tanggal ini telah terbukti benar dan diakui, maka hari lahir dan wafat beliau dapat diketahui secara tepat, termasuk usia beliau. Yakni dengan mengubah jumlah tahun Masehi tersebut menjadi hari, hasilnya adalah 22.330 hari. Kemudian jumlah hari ini diubah menjadi tahun Hijriah, di mana perhitungan selisih hari setiap tahunnya dengan hitungan tertentu dan didapat kesimpulan. Dengan demikian, usia beliau saw. adalah 63 tahun 3 hari. Hasil hitungan ini sesuai dengan pendapat mayoritas ulama bahwa permulaan tahun hijriah (1 Muharram 1 H) jatuh pada tanggal 16 Juli menurut ru’yah, sedang menurut hisab tanggal 15 Juli. Atas dasar ini, hari lahir Nabi saw. jatuh pada hari senin 9 Rabi’ul Awwal tahun 53 sebelum hijrah dan bertepatan dengan 20 April 571, baik menurut ru’yah maupun hisab.”