Kamis, 29 November 2012

Dirgahayu Korps Pegawai Negeri Republik Indonesia Ke-41, 29 Nopember 2012


Sejarah KORPRI

Korps Pegawai Republik Indonesia merupakan suatu organisasi profesi beranggotakan seluruh Pegawai Negeri Sipil baik Departemen maupun Lembaga Pemerintah non Departemen. Korpri berdiri berdasarkan Keputusan Presiden Nomor : 82 Tahun 1971, 29 November 1971. Korpri dibentuk dalam rangka upaya meningkatkan kinerja, pengabdian dan netralitas Pegawai Negeri, sehingga dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari lebih dapat berdayaguna dan berhasil guna.

Korpri merupakan organisasi ekstra struktural, secara fungsional tidak bisa terlepas dari kedinasan maupun di luar kedinasan. Sehingga keberadaan Korpri sebagai wadah unsur Aparatur Negara, Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat harus mampu menunjang pencapaian tugas pokok institusi tempat mengabdi.

Latar belakang sejarah Korpri sangatlah panjang, pada masa penjajahan kolonial Belanda, banyak pegawai pemerintah Hindia Belanda, yang berasal dari kaum bumi putera. Kedudukan pegawai merupakan pegawai kasar atau kelas bawah, karena pengadaannya didasarkan atas kebutuhan penjajah semata.

Pada saat beralihnya kekuasaan Belanda kepada Jepang, secara otomatis seluruh pegawai pemerintah eks Hindia Belanda dipekerjakan oleh pemerintah Jepang sebagai pegawai pemerintah.Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu. Bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada  tanggal 17 Agustus 1945. Pada saat berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia ini seluruh pegawai pemerintah Jepang secara otomatis dijadikan Pegawai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pada tanggal 27 Desember 1949 Belanda mengakui kedaulatan RI, Pegawai NKRI terbagi menjadi tiga kelompok besar, pertama Pegawai Republik Indonesia yang berada di wilayah kekuasaan RI, kedua, Pegawai RI yang berada di daerah yang diduduki Belanda (Non Kolaborator) dan ketiga, pegawai pemerintah yang bersedia bekerjasama dengan Belanda (Kolaborator).

Setelah pengakuan kedaulatan RI tanggal 27 Desember 1949, seluruh pegawai RI, pegawai RI non Kolaborator, dan pegawai pemerintah Belanda dijadikan Pegawai RI Serikat. Era RIS, atau yang lebih dikenal dengan era pemerintahan parlementer diwarnai oleh jatuh bangunnya kabinet. Sistem ketatanegaraan menganut sistem multi partai. Para politisi, tokoh partai mengganti dan memegang kendali pemerintahan, hingga memimpin berbagai departemen yang sekaligus menyeleksi pegawai negeri. Sehingga warna departemen sangat ditentukan oleh partai yang berkuasa saat itu. Dominasi partai dalam pemerintahan  terbukti mengganggu pelayanan publik. PNS yang seharusnya berfungsi melayani masyarakat (publik) dan negara menjadi alat politik partai. PNS pun menjadi terkotak-kotak.

Prinsip penilaian prestasi atau karir pegawai negeri yang fair dan sehat hampir diabaikan. Kenaikan pangkat PNS misalnya dimungkinkan karena adanya loyalitas kepada partai atau pimpinan Departemennya. Afiliasi pegawai pemerintah sangat kental diwarnai dari partai mana ia berasal. Kondisi ini terus berlangsung hingga dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Dengan Dekrit Presiden ini sistem ketatanegaraan kembali ke sistem Presidensiil berdasar UUD 1945. Akan tetapi dalam praktek kekuasaan Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan sangatlah besar. Era ini lebih dikenal dengan masa Demokrasi Terpimpin, sistem politik dan sistem ketatanegaraan diwarnai oleh kebijakan Nasakom (Nasionalisme, Agama dan Komunisme).

Dalam kondisi seperti ini, muncul berbagai upaya agar pegawai negeri netral dari kekuasaan partai-partai yang berkuasa. Melalui Undang-Undang Nomor : 18 Tahun 1961 ditetapkan bahwa … Bagi suatu golongan pegawai dan/atau sesuatu jabatan, yang karena sifat dan tugasnya memerlukan, dapat diadakan larangan masuk suatu organisasi politik (pasal 10 ayat 3). Ketentuan tersebut diharapkan akan diperkuat dengan dikeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) yang mengaturnya, tetapi disayangkan bahwa, PP yang diharapkan akan muncul ternyata tidak kunjung datang.

Sistem pemerintahan demokrasi parlementer berakhir dengan meletusnya upaya kudeta oleh PKI dengan G-30S. Pegawai pemerintah banyak yang terjebak dan mendukung Partai Komunis.

Pada awal era Orde Baru dilaksanakan penataan kembali pegawai negeri dengan munculnya Keppres RI Nomor : 82 Tahun 1971 tentang Korpri. Berdasarkan Kepres yang bertanggal 29 November 1971 itu, Korpri “merupakan satu-satunya wadah untuk menghimpun dan membina seluruh pegawai RI di luar kedinasan” (Pasal 2 ayat 2). Tujuan pembentukannya Korps Pegawai ini adalah agar “Pegawai Negeri RI ikut memelihara dan memantapkan stabilitas politik dan sosial yang dinamis dalam negara RI”.

Akan tetapi Korpri kembali menjadi alat politik. UU No.3 Th.1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya serta Peraturan Pemerintah No.20 Th.1976 tentang Keanggotaan PNS dalam Parpol, makin memperkokoh fungsi Korpri dalam memperkuat barisan partai. Sehingga setiap kali terjadi birokrasi selalu memihak kepada salah satu partai, bahkan dalam setiap Musyawarah Nasional Korpri, diputuskan bahwa organisasi ini harus menyalurkan aspirasi politiknya ke partai tertentu.

Memasuki Era reformasi muncul keberanian mempertanyakan konsep monoloyalitas Korpri, sehinga sempat terjadi perdebatan tentang kiprah pegawai negeri dalam pembahasan RUU Politik di DPR. Akhirnya menghasilkan konsep dan disepakati bahwa Korpri harus netral secara politik. Bahkan ada pendapat dari beberapa pengurus dengan kondisi tersebut, sebaiknya Korpri dibubarkan saja, atau bahkan jika ingin berkiprah di kancah politik maka sebaiknya membentuk partai sendiri.

Setelah Reformasi dengan demikian Korpri bertekad untuk netral dan tidak lagi menjadi alat politik. Para Kepala Negara setelah era Reformasi mendorong tekad Korpri untuk senantiasa netral. Berorientasi pada tugas, pelayanan dan selalu senantiasa berpegang teguh pada profesionalisme. Senantiasa berpegang teguh pada Panca Prasetya Korpri.

Panca Prasetya Korpri

Kami Anggota Korps Pegawai Republik Indonesia adalah insan yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berjanji :
1. Setia dan taat kepada Negara Kesatuan dan Pemerintah Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
2. Menjunjung tinggi kehormatan bangsa dan negara serta memegang teguh rahasia jabatan dan rahasia negara.
3. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat di atas kepentingan pribadi dan golongan.
4. Memelihara persatuan dan kesatuan bangsa serta kesetiakawanan Korps Pegawai Republik Indonesia.
5. Menegakkan kejujuran, keadilan dan disiplin serta meningkatkan kesejahteraan dan profesionalisme.

Makna Panca Prasetya Korpri

Kami anggota Korpri merupakan pernyataan dan janji secara sadar, ikhlas dan penuh tanggung jawab kepada diri sendiri, bagi mereka yang secara sah telah menempuh proses rekruitmen, pendidikan dan pelatihan, pengangkatan serta telah mengucapkan sumpah atau janji dan telah menandatangani ikatan kerja sebagai Pegawai RI. Oleh karena itu, anggota Korpri dapat dipercaya untuk memikul tugas atau jabatan pemerintahan. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Anggota Korpri dengan sepenuh jiwa mengakui bahwa Tuhan Yang Maha Esa adalah Sang Maha Pencipta, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ketakwaan yang diwujudkan ke dalam berbagai bentuk amal dan ibadah merupakan suatu pernyataan terima kasih yang luhur kepada Sang Maha Pencipta.

a. Prasetya Pertama Setia merupakan sikap batin. Dengan demikian setia dan taat kepada Negara Kesatuan dan Pemerintah Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan sikap batin anggota Korpri dan kesanggupannya mewujudkan dan mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Pada umumnya kesetiaan timbul dari pengetahuan dan pemahaman atas keyakinan yang mendalam terhadap sesuatu.

b. Prasetya Kedua Setiap anggota Korpri menjunjung tinggi kehormatan bangsa dan negara. Menjunjung tinggi adalah mengangkat dan meletakkan sesuatu di atas kepala dengan tujuan menghormati atau menghargainya, kehormatan, menyangkut martabat, harga diri, nilai-nilai keluhuran seseorang atau sesuatu yang menjadi sumber keberadaannya. Dengan demikian, pengertian menjunjung tinggi kehormatan bangsa dan negara ialah menjunjung tinggi norma-norma yang hidup pada bangsa dan negara Indonesia. Memegang teguh rahasia. Rahasia dapat berupa rencana, kegiatan atau tindakan yang akan, sedang atau telah dilaksanakan. Rahasia dapat menimbulkan kerugian atau bahaya apabila diberitakan kepada atau diketahui oleh orang yang tidak berhak. rahasia dapat berupa dokumen tertulis, seperti surat, notulen rapat, peta, dan dapat pula berupa keputusan atau perintah lisan atau rekaman suara dari pejabat yang berwenang. Rahasia ada yang bersifat sangat rahasia, rahasia, atau terbatas, ada yang kerahasiaannya terus menerus, ada rahasia negara dan rahasia jabatan. Rahasia Negara adalah rahasia yang ruang lingkupnya meliputi seluruh atau sebahagian besar kepentingan negara dan dibuat oleh pimpinan tertinggi negara. Rahasia Jabatan ialah rahasia mengenai atau yang ada hubungannya dengan instansi tertentu dan dibuat oleh pimpinan instansi yang bersangkutan. Karena jabatan atau pekerjaannya, pegawai RI yang menduduki jabatan tertentu mengetahui rahasia negara atau rahasia jabatan. Karena setiap kebocoran rahasia selalu menimbulkan kerugian atau bahaya, hendaklah menjadi kewajiban pegawai RI yang bersangkutan untuk memegang teguh rahasia negara atau rahasia jabatan yang diketahuinya atau yang dipercayakan kepadanya. Kewjiban memegang suatu rahasia berlaku terus menerus baik sewaktu masih aktif bekerja maupun sesudah pensiun. Memegang teguh rahasia, selain merupakan etik, juga merupakan kewajiban hukum yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

c. Prasetya Ketiga Kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan bergantung pada kualitas dan ketangguhan pegawai RI. Oleh sebab itu pegawai RI harus melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dengan sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab dan harus memahami kebijaksanaan pemerintah dan menguasai peraturan perundang-undangan menurut bidangnya masing-masing. Setiap anggota Korpri mempunyai kedudukan dan peranan sebagai Abdi Negara dan Abdi Masyarakat. sebagai Abdi Negara hendaklah bekerja dengan ikhlas dan sungguh-sungguh menurut bidangnya masing-masing dalam rangka mencapai tujuan negara dan harus selalu mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan. Sebagai Abdi Masyarakat harus selalu memberikan layanan secara profesional yang sebaik-baiknya untuk memenuhi aspirasi dan kepentingan masyarakat menurut bidangnya masing-masing dengan cara mempercepat pemberian layanan yang diperlukan masyarakat dan memberikan penjelasan yang diperlukan masyarakat tanpa pamrih.

d. Prasetya Keempat Persatuan dan kesatuan bangsa merupakan efek sinergi dari saling ketergantungan antara berbagai unsur di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam rangka memelihara/memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, setiap anggota Korpri harus berusaha, antara lain : 1) Menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila di dalam kehidupannya sehari-hari. 2) Meningkatkan kerukunan hidup antar umat beragama dan kerja sama di antara rakyat Indonesia yang memeluk agama yang berbeda-beda dan menganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 3) Menghormati adat istiadat dan kebiasaan golongan masyarakat. 4) Meningkatkan kepedulian dan kesetiakawanan sosial, khususnya terhadap lapisan masyarakat yang tertinggal di dalam pembangunan. Kesetiakawanan Korpri merupakan sikap batin dari mereka yang merasa senasib sepenanggungan di dalam mencapai misi bersama yang diembannya. Setiap anggota Korpri harus memelihara kesetiakawanan Korpri. Setia kawan merupakan sikap positif dari mereka yang mempunyai tujuan yang sama dan mempunyai persamaan cara di dalam mencapai tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan kerjas ama personal, fungsional, profesional di antara anggota Korpri.

e. Prasetya Kelima Berjuang menegakkan/meningkatkan mengandung pengertian kesediaan untuk selalu berbuat sesuatu yang lebih baik secara terus menerus. Kejujuran bagi anggota Korpri ialah ketulusan hati di dalam melaksanakan tugasnya dan tidak menyalah gunakan wewenang yang diberikan kepadanya. setiap anggota Korpri harus bersikap dan bekerja dengan jujur, tertib, cermat, adil dan bersemangat untuk kepentingan negara. Kesejahteraan merupakan salah satu tujuan nasional negara kita. Oleh karena itu, segenap anggota Korpri harus turut serta aktif dan dinamis di dalam meningkatkan kesejahteraan umum demi tercapainya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pembangunan kesejahteraan pegawai RI dilakukan sebagai bagian yang menyeluruh dari pembangunan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Profesionalisme mengandung pengertian kesanggupan seseorang dalam menghayati, menguasai, mengerjakan suatu konsep/gagasan atau tugas yang dihadapi atau ditugaskan kepadanya. Disamping ilmu pengetahuan dan kemampuan, anggota Korpri hendaklah mempunyai kreativitas yang tinggi. Kreativitas mengandung arti kesanggupan atau keahlian seseorang dalam melahirkan berbagai gagasan, ide, konsep yang tepat, tepat guna dan hasil guna untuk keperluan atau penyelesaian sesuatu secara profesional.


Mars KORPRI karya E.L. Pohan.

Satukan irama langkahmu bersatu tekad menuju ke depan
Berjuang bahu membahu membrikan tenaga tak segan
Membangun negara yang jaya membina bangsa besar sejahtera
Memakai akal dan daya membimbing membangun mengemban

Berdasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar Empat Lima
serta dipandukan oleh haluan negara kita maju terus
Di bawah panji Korpri kita mengabdi tanpa pamrih
di dalam naungan Tuhan Yang Maha Kuasa
Korpri maju terus






Sabtu, 10 November 2012

Hari Pahlawan, 10 Nopember 1945












Sejarah Hari Pahlawan

Peristiwa 10 November merupakan peristiwa sejarah perang antara Indonesia dan Belanda. Pada 1 Maret 1942, tentara Jepang mendarat di Pulau Jawa, dan tujuh hari kemudian, tepatnya, 8 Maret, pemerintah kolonial Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Sejak itu, Indonesia diduduki oleh Jepang.

Tiga tahun kemudian, Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu setelah dijatuhkannya bom atom (oleh Amerika Serikat) di Hiroshima dan Nagasaki. Peristiwa itu terjadi pada Agustus 1945. Mengisi kekosongan tersebut, Indonesia kemudian memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Sebelum dilucuti oleh sekutu, rakyat dan para pejuang Indonesia berupaya melucuti senjata para tentara Jepang. Maka timbullah pertempuran-pertempuran yang memakan korban di banyak daerah. Ketika gerakan untuk melucuti pasukan Jepang sedang berkobar, tanggal 15 September 1945, tentara Inggris mendarat di Jakarta, kemudian mendarat di Surabaya pada 25 Oktober. Tentara Inggris didatangkan ke Indonesia atas keputusan dan atas nama Sekutu, dengan tugas untuk melucuti tentara Jepang, membebaskan para tawanan yang ditahan Jepang, serta memulangkan tentara Jepang ke negerinya. Tetapi, selain itu, tentara Inggris juga membawa misi mengembalikan Indonesia kepada pemerintah Belanda sebagai jajahannya. NICA (Netherlands Indies Civil Administration) pun membonceng. Itulah yang meledakkan kemarahan rakyat Indonesia di mana-mana.



Di Surabaya, dikibarkannya bendera Belanda, Merah-Putih-Biru, di Hotel Yamato, telah melahirkan Insiden Tunjungan, yang menyulut berkobarnya bentrokan-bentrokan bersenjata antara pasukan Inggris dengan badan-badan perjuangan yang dibentuk oleh rakyat. Bentrokan-bentrokan bersenjata dengan tentara Inggris di Surabaya, memuncak dengan terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, (pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur), pada 30 Oktober.



Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, penggantinya (Mayor Jenderal Mansergh) mengeluarkan ultimatum yang merupakan penghinaan bagi para pejuang dan rakyat umumnya. Dalam ultimatum itu disebutkan bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi tanggal 10 November 1945.

Ultimatum tersebut ditolak oleh Indonesia. Sebab, Republik Indonesia waktu itu sudah berdiri (walaupun baru saja diproklamasikan), dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) sebagai alat negara juga telah dibentuk.

Selain itu, banyak sekali organisasi perjuangan yang telah dibentuk masyarakat, termasuk di kalangan pemuda, mahasiswa dan pelajar. Badan-badan perjuangan itu telah muncul sebagai manifestasi tekad bersama untuk membela republik yang masih muda, untuk melucuti pasukan Jepang, dan untuk menentang masuknya kembali kolonialisme Belanda (yang memboncengi kehadiran tentara Inggris di Indonesia).

Pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan serangan besar-besaran dan dahsyat sekali, dengan mengerahkan sekitar 30 000 serdadu, 50 pesawat terbang, dan sejumlah besar kapal perang.

Berbagai bagian kota Surabaya dihujani bom, ditembaki secara membabi-buta dengan meriam dari laut dan darat. Ribuan penduduk menjadi korban, banyak yang meninggal dan lebih banyak lagi yang luka-luka. Tetapi, perlawanan pejuang-pejuang juga berkobar di seluruh kota, dengan bantuan yang aktif dari penduduk.

Pihak Inggris menduga bahwa perlawanan rakyat Indonesia di Surabaya bisa ditaklukkan dalam tempo 3 hari saja, dengan mengerahkan persenjataan modern yang lengkap, termasuk pesawat terbang, kapal perang, tank, dan kendaraan lapis baja yang cukup banyak.

Namun di luar dugaan, ternyata para tokoh-tokoh masyarakat yang terdiri dari kalangan ulama' serta kiyai-kiyai pondok jawa seperti KH. Hasyim Asy'ari, KH. Wahab Hasbullah serta kiyai-kiyai pesantren lainnya mengerahkan santri-santri mereka dan masyarakat umum (pada waktu itu masyarakat tidak begitu patuh kepada pemerintahan tetapi mereka lebih patuh dan taat kepada para kiyai)juga ada pelopor muda seperti bung tomo dan lainnya. sehingga perlawanan itu bisa bertahan lama, berlangsung dari hari ke hari, dan dari minggu ke minggu lainnya. Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan secara spontan dan tidak terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran besar-besaran ini memakan waktu sampai sebulan, sebelum seluruh kota jatuh di tangan pihak Inggris.

Peristiwa berdarah di Surabaya ketika itu juga telah menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat yang menjadi korban ketika itulah yang kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan.


Pidato Bung Tomo


Bismillahirrohmanirrohim... MERDEKA!!!

Saudara-saudara rakyat jelata di seluruh Indonesia, terutama saudara-saudara penduduk kota Surabaya, kita semuanya telah mengetahui bahwa hari ini tentara inggris telah menyebarkan pamflet-pamflet yang memberikan suatu ancaman kepada kita semua, kita diwajibkan untuk dalam waktu yang mereka, tentukan menyerahkan senjata-senjata yang telah kita rebut dari tangannya tentara jepang, mereka telah minta supaya kita datang pada mereka itu dengan mengangkat tangan, mereka telah minta supaya kita semua datang pada mereka itu dengan membawa bendera putih tanda bahwa kita menyerah kepada mereka. 
Saudara-saudara, di dalam pertempuran-pertempuran yang lampau kita sekalian telah menunjukkan bahwa rakyat Indonesia di Surabaya, pemuda-pemuda yang berasal dari Maluku, pemuda-pemuda yang berawal dari Sulawesi, pemuda-pemuda yang berasal dari Pulau Bali, pemuda-pemuda yang berasal dari Kalimantan, pemuda-pemuda dari seluruh Sumatera, pemuda Aceh, pemuda Tapanuli, dan seluruh pemuda Indonesia yang ada di Surabaya ini di dalam pasukan-pasukan mereka masing-masing dengan pasukan-pasukan rakyat yang dibentuk di kampung-kampung telah menunjukkan satu pertahanan yang tidak bisa dijebol, telah menunjukkan satu kekuatan sehingga mereka itu terjepit di mana-mana, hanya karena taktik yang licik dari pada mereka itu saudara-saudara, dengan mendatangkan presiden dan pemimpin-pemimpin lainnya ke Surabaya ini, maka kita ini tunduk utuk memberhentikan pentempuran, tetapi pada masa itu mereka telah memperkuat diri dan setelah kuat sekarang inilah keadaannya.
Saudara-saudara kita semuanya, kita bangsa Indonesia yang ada di Surabaya ini, akan menerima tantangan tentara inggris itudan kalau pimpinan tentara inggris yang ada di Surabaya, ingin mendengarkan jawaban rakyat Indonesia, ingin mendengarkan jawaban seluruh pemuda Indoneisa yang ada di Surabaya ini, dengarkanlah ini tentara inggris, ini jawaban kita, ini jawaban rakyat Surabaya, ini jawaban pemuda Indonesia kepada kau sekalian, hai tentara inggris, kau menghendaki bahwa kita ini akan membawa bendera putih untuk takluk kepadamu, kau menyuruh kita mengangkat tangan datang kepadamu, kau menyuruh kita membawa senjata-senjata yang telah kita rampas dari tentara jepang untuk diserahkan kepadamu, tuntutan itu walaupun kita tahu bahwa kau sekali lagi akan mengancam kita untuk menggempur kita dengan kekuatan yang ada, tetapi inilah jawaban kita: 
"selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merahyang dapat membikin secarik kain putih merah dan putihmaka selama itu tidak akan kita akan mau menyerah kepada siapapun juga".
Saudara-saudara rakyat Surabaya, siaplah! keadaan genting! tetapi saya peringatkan sekali lagi, jangan mulai menembak, baru kalau kita ditembak, maka kita akan ganti menyerang mereka itu, kita tunjukkan bahwa kita ini adalah benar-benar orang yang ingin merdeka.
Dan untuk kita saudara-saudara, lebih baik kita hancur lebur dari pada tidak merdeka, semboyan kita tetap: merdeka atau mati!
Dan kita yakin saudara-saudara, pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita, sebab Allah selalu berada di pihak yang benar, percayalah saudara-saudara, Tuhan akan melindungi kita sekalian.

Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar! MERDEKA!!!