Minggu, 28 Oktober 2012

Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928


Sejarah Hari Sumpah Pemuda

Sumpah Pemuda adalah bukti otentik bahwa tanggal 28 Oktober 1928 bangsa Indonesia dilahirkan. Oleh karena itu sudah seharusnya segenap rakyat Indonesia memperingati momentum 28 Oktober sebagai hari lahirnya bangsa Indonesia. Proses kelahiran Bangsa Indonesia ini merupakan buah dari perjuangan rakyat yang selama ratusan tahun tertindas dibawah kekuasaan kaum kolonialis pada saat itu, kondisi ketertindasan inilah yang kemudian mendorong para pemuda pada saat itu untuk membulatkan tekad demi mengangkat harkat dan martabat hidup orang Indonesia asli, tekad inilah yang menjadi komitmen perjuangan rakyat Indonesia hingga berhasil mencapai kemerdekaannya 17 tahun kemudian yaitu pada 17 Agustus 1945.
Gagasan penyelenggaraan Kongres Pemuda Kedua berasal dari Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), sebuah organisasi pemuda yang beranggota pelajar dari seluruh Indonesia. Atas inisiatif PPPI, kongres dilaksanakan di tiga gedung yang berbeda dan dibagi dalam tiga kali rapat.
Rapat pertama, Sabtu, 27 Oktober 1928, di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Waterlooplein (sekarang Lapangan Banteng). Dalam sambutannya, ketua PPPI Sugondo Djojopuspito berharap kongres ini dapat memperkuat semangat persatuan dalam sanubari para pemuda. Acara dilanjutkan dengan uraian Moehammad Yamin tentang arti dan hubungan persatuan dengan pemuda. Menurutnya, ada lima faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan
Rapat kedua, Minggu, 28 Oktober 1928, di Gedung Oost-Java Bioscoop, membahas masalah pendidikan. Kedua pembicara, Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro, berpendapat bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan, harus pula ada keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Anak juga harus dididik secara demokratis.
Pada rapat penutup, di gedung Indonesische Clubgebouw di Jalan Kramat Raya 106, Sunario menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain gerakan kepanduan. Sedangkan Ramelan mengemukakan, gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional. Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak disiplin dan mandiri, hal-hal yang dibutuhkan dalam perjuangan.
Sebelum kongres ditutup diperdengarkan lagu "Indonesia Raya" karya Wage Rudolf Supratman yang dimainkan dengan biola saja tanpa syair, atas saran Sugondo kepada Supratman. Lagu tersebut disambut dengan sangat meriah oleh peserta kongres. Kongres ditutup dengan mengumumkan rumusan hasil kongres. Oleh para pemuda yang hadir, rumusan itu diucapkan sebagai Sumpah Setia.
Para peserta Kongres Pemuda II ini berasal dari berbagai wakil organisasi pemuda yang ada pada waktu itu, seperti Jong JavaJong AmbonJong CelebesJong BatakJong Sumatranen BondJong Islamieten BondSekar RukunPPPIPemuda Kaum Betawi, dll. Di antara mereka hadir pula beberapa orang pemuda Tionghoa sebagai pengamat, yaitu Oey Kay Siang, John Lauw Tjoan Hok dan Tjio Djien Kwie namun sampai saat ini tidak diketahui latar belakang organisasi yang mengutus mereka. Sementara Kwee Thiam Hiong hadir sebagai seorang wakil dari Jong Sumatranen Bond. Diprakarsai oleh AR Baswedan pemuda keturunan arab di Indonesia mengadakan kongres di Semarang dan mengumandangkan Sumpah Pemuda Keturunan Arab.
Rumusan Kongres Sumpah Pemuda ditulis Moehammad Yamin pada secarik kertas yang disodorkan kepada Soegondo ketika Mr. Sunario tengah berpidato pada sesi terakhir kongres (sebagai utusan kepanduan) sambil berbisik kepada Soegondo: Ik heb een eleganter formulering voor de resolutie (Saya mempunyai suatu formulasi yang lebih elegan untuk keputusan Kongres ini), yang kemudian Soegondo membubuhi paraf setuju pada secarik kertas tersebut, kemudian diteruskan kepada yang lain untuk paraf setuju juga. Sumpah tersebut awalnya dibacakan oleh Soegondo dan kemudian dijelaskan panjang-lebar oleh Yamin.
Sumpah Pemuda versi orisinal:
  1. Pertama: Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
  2. Kedoea: Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
  3. Ketiga: Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
Sumpah Pemuda versi Ejaan Yang Disempurnakan:
  1. Pertama: Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
  2. Kedua: Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
  3. Ketiga: Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Jumat, 12 Oktober 2012

Dirgahayu Provinsi Jawa Timur ke-67








Sejarah Singkat Hari Jadi Provinsi Jawa Timur

Dengan di implementasikan kebijakan otonomi daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian disempurnakan dengan berlakunya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 maka terjadi perubahan paradigma dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dari paradigma penyelenggaraan pemerintah Daerah yang bersifat sentralistis menjadi paradigma pemerintah daerah yang bersifat desentralistis. Paradigma pemerintah daerah yang bersifat desentralistis tersebut memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mengeksplorasi, mengelola dan mengembangkan potensi daerah, guna meningkatkan kesejahteraan warganya sehingga kemandirian Pemerintah Daerah merupakan sutau keharusan.
Guna mencapai kemajuan dan peningkatan kesejahteraan tersebut, diperlukan partisipasi aktif dengan menggalang solidaritas warga daerah agar merasa ikut handarbeni, perasaan ikut membangun, ikut menikmati hasilnya, dan akhirnya memiliki kebanggaan dan kesetiaan kepada daerahnya. Salah satu bentuk penggalangan solidaritas yang dimaksud adalah adanya identitas daerah, antara lain dalam bentuk hari jadi pemerintahnya.
Berbekal dari idealisme untuk mengembangkan Jawa Timur dan pengalaman penggalian hari jadi berbagai pemerintah daerah, baik Provinsi maupun Kabupaten dan Kota seperti Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Sulawesi Selatan, Surabaya, Nganjuk, Blitar, Tuban, Sumenep ternyata hari jadi suatu Pemerintah Daerah menjadi sebuah tonggak, menjadi suatu tetengger simbolik dimulainya sebuah pemerintahan disuatu daerah. Peristiwa bersejarah itu patut di diperingati, sebagai refleksi terwujudnya idealisme, harapan-harapan, keselamatan, kesuksesan dan perjuangan tanpa henti guna meningkatkan kesejahteraan seluruh warganya. Peringatan hari jadi suatu daerah dapat dianalogikan dengan perayaan hari kelahiran seseorang, dihelat dengan iringan segala doa dan harapan-harapan demi kebahagiaan yang bersangkutan dimasa mendatang.
Dalam rangka melengkapi identitas keberadaannya, Provinsi Jawa Timur yang berposisi sangat strategis, dirasa perlu menemukan hari jadi atau hari kelahirannya. Hal itu berarti menemukan suatu tonggak waktu sebagai titik mula dimulainya pemerintahan sebuah provinsi yangtelah mengalami perjalanan panjang hingga menemukan bentuk pemerintahan dengan wilayah seperti yang dijumpaisekarang ini. Adapun persoalan – persoalan yang menjadi fokus penelitian Hari Jadi Provinsi Jawa Timur sebagai berikut :
  1. Bagaimana proses terbentuknya wilayah Jawa Timur hingga menjadi wilayah yang berstatus Pemerintahan Provinsi.
  2. Apakah wilayah dan struktur Pemerintahan Provinsi Jawa Timur baru muncul pada zaman Hindia Belanda atau telah ada pada zaman sebelumnya? bila struktur itu telah ada, bagaimana perkembangannya.
  3. Kapankah terbentuknya wilayah Propinsi Jawa Timur dan Pemerintahannya.
Dalam perjalanan sejarah bangsa, proses pembentukan struktur pemerintahan dan kewilayahan Jawa Timur ternyata memiliki perjalanan sangat panjang. Dari sumber-sumber epigrafis dalam bentuk tertulis (Prasasti Dinoyo) diketahui bahwa sejak abad VIII, tepatnya tahun 760 di Jawa Timur telah muncul suatu satuan pemerintahan; Kerajaan Kanjuruhan di Malang, dengan status yang sampai kini masih diperdebatkan.
Pada abad X, Jawa Timur menapaki fase baru, Jawa Timur yang semula merupakan wilayah pinggiran dari Kerajaan Mataram Kuno Jawa Tengah, kemudian mendapatkan momentum sebagai pusat kekuasaaan berbagai kerajaan, seperti Medang(937-1017), Kahuripan (1019-1049), Daha-Janggala (1080-1222), Singasari (1222-1292) dan Majapahit (1293-1527). Dalam hal ini, PU Shendok (929-947) adalah tokoh paling berjasa yang berhasil meletakkan dasar-dasar pemerintahan di Jawa Timut. Struktur pemerintahannya secara hirarkhis terdiri dari pmerintah pusat (Kraton), Watek (Daerah). Struktur ini terus bertahan sampai abad XIII zaman Singasari.
Pada abad XIII terjadi perkembangan baru dalam strukur ketatanegaraan di Indonesia di Jawa Timur, ditandai dengan munculnya sebuah struktur baru dalam pemerintahan, yaitu Negara (Provinsi). Berdasarkan Prasasti Mulamalurung (1255) dari masa Wisnu Wardhana yang juga bergelas Sminingrat menyatakan bahwa struktur pemerintahan Singasari dari Pusat (Kraton), Negara (Provinsi), Watek (Kabupaten) dan Wanua (Desa).
Pada masa kerajaan Majapahit, susunan itu mendapatkan berbagai penyempurnaan, terdiri dari bhumi (Pusat/Kraton), Negara (Provinsi/Bhatara), Watek/Wiyasa (Kabupaten/Tumenggung), Lurah/Kuwu (Kademangan), Thani/Wanua (Desa/Petinggi) dan paling bawah Kabuyutan (Dusun/Rama).
Anehnya struktur kenegaraan Majapahit (1294-1527) justru berkembang secara ketat pada masa Mataram (1582-1755), Wilayah Mataram dibagi secara konsentris terdiri dari Kuthagara/Negara (Pusat/Kraton), Negaragung/Negaraagung (Provinsi Dalam), Mancanegara (Provinsi Luar), Kabupatend dan Desa. Secara Estimologis, sebutan Jawa Timur pada zaman Mataram Islam muncul dengan nama Bang Wetan, dengan wilayah meliputi seluruh Pesisir Wetan dan Mancanegara Wetan (Pedalaman Jawa Timur).
Selanjutnya setelah Huru hara Cina di Kartasura (1743), seluruh Wilayah Pesisir Utara JAwa dan Seluruh Pulau Madura jatuh di tangan kompeni, sedang daerah Mataram tinggal wilayah pedalaman jawa (Mancanegara Wetan-Mancanegara Kulon). dengan akhirnya perang Dipanegara (1830), seluruh Jawa Timur (Bang Wetan) dapat dikuasai Pemerintah Hindia Belanda. Dari tahun 1830-1928/1929, Belanda menjalankan pemerintahan dengan hubungan langsung Pemerintah Pusat VOC di Batavia dengan para Bupati yang berada di wilayah kekuasaanya.
Pemerintah Hindia Belanda yang sejak awal abad XX menerapkan politik imperalisme modern melakukan intensifikasi pemerintahan dengan membentuk Pemerintahan Provinsi Jawa Timur (Provincient van Oost Java) pada tahun 1929, dengan struktur pemerintahan, wilayaha dan birokrasi tidak jauh berbeda seperti yang ada sekarang. Pada masa pendudukan jepang (1942-1945) seperti daeah lain, Jawa Timur diletakan dibawah pendudukan militer Jepang.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan, Pemerintah Republik Indonesia mulai menata kehidupan kenegaraan. Berdasarkan pasa 18 Undang-undang Dasar 1945 pada tanggal 19 Agustus 1945 oleh PPKI dibentuklah Provinsi dan Penentuan para Gubernurnya. Untuk pertama kalinya, R.M.T Soerjo yang kala itu menjabat Residen Bojonegoro ditunjuk sebagai Gubernur Jawa Timur yang pertama R.M.T Soejo yang dilantik tanggal 5 September 1945, sampai tanggal 11 Oktober 1945 harus menyelesaikan tugas-tugasnya di Bojonegoro dan baru tanggal 12 Oktober 1945 boyong ke Surabaya, Ibu Kota Provinsi Jawa Timur. Atas pertimbangan perjalanan sejarah inilah maka diterbitkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 6 Tahun 2007 tentang Hari Jadi Provinsi Jawa Timur yang menetapkan Tanggal 12 Oktober sebagai hari Jadi Jawa Timur dan akan diperingati secara resmi setiap tahun, baik ditingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Jawa Timur.
Sumber: www.jatimprov.go.id

Jumat, 05 Oktober 2012

Dirgahayu Tentara Nasional Indonesia ke-67, 5 Oktober 1945-5 Oktober 2012





Dirgahayu Tentara Nasional Indonesia ke-67, 5 Oktober 1945-5 Oktober 2012

Sejarah Tentara Nasional Indonesia
Negara Indonesia pada awal berdirinya sama sekali tidak mempunyai kesatuan tentara. Badan Keamanan Rakyat yang dibentuk dalam sidang PPKI tanggal 22 Agustus 1945 dan diumumkan oleh Presiden pada tanggal 23 Agustus 1945 bukanlah tentara sebagai suatu organisasi kemiliteran yang resmi.
BKR baik di pusat maupun di daerah berada di bawah wewenang KNIP dan KNI Daerah dan tidak berada di bawah perintah presiden sebagai panglima tertinggi angkatan perang. BKR juga tidak berada di bawah koordinasi Menteri Pertahanan. BKR hanya disiapkan untuk memelihara keamanan setempat agar tidak menimbulkan kesan bahwa Indonesia menyiapkan diri untuk memulai peperangan menghadapi Sekutu.
Akhirnya, melalui Maklumat Pemerintah tanggal 5 Oktober 1945 (hingga saat ini diperingati sebagai hari kelahiran TNI), BKR diubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Pada tanggal 7 Januari 1946, Tentara Keamanan Rakyat berganti nama menjadi Tentara Keselamatan Rakyat. Kemudian pada 24 Januari 1946, diubah lagi menjadi Tentara Republik Indonesia.
Karena saat itu di Indonesia terdapat barisan-barisan bersenjata lainnya di samping Tentara Republik Indonesia, maka pada tanggal 5 Mei 1947, Presiden Soekarno mengeluarkan keputusan untuk mempersatukan Tentara Republik Indonesia dengan barisan-barisan bersenjata tersebut menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Penyatuan itu terjadi dan diresmikan pada tanggal 3 Juni 1947.
Tentara Nasional Indonesia terdiri dari tiga angkatan bersenjata, yaitu TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, dan TNI Angkatan Udara. TNI dipimpin oleh seorang Panglima TNI, sedangkan masing-masing angkatan memiliki Kepala Staf Angkatan. Panglima TNI saat ini adalah Laksamana TNI Agus Suhartono.
Dalam sejarahnya, TNI pernah digabungkan dengan POLRI. Gabungan ini disebut ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) yang menggunakan slogan "Catur Dharma Eka Karma" disingkat "CADEK". Sesuai Ketetapan MPR nomor VI/MPR/2000 tentang pemisahan TNI dan POLRI serta Ketetapan MPR nomor VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan peran POLRI maka pada tanggal 30 September 2004 telah disahkan RUU TNI oleh DPR RI yang selanjutnya ditanda tangani oleh Presiden Megawati pada tanggal 19 Oktober 2004.
Seiring berjalannya era reformasi di Indonesia, TNI mengalami proses reformasi internal yang signifikan. Di antaranya adalah perubahan doktrin "Catur" menjadi "Tri" setelah terpisahnya POLRI dari ABRI. Berdasarkan Surat Keputusan Panglima TNI nomor Kep/21/I/2007, pada tanggal 12 Januari 2007, doktrin TNI ditetapkan menjadi "Tri Dharma Eka Karma", disingkat "TRIDEK".